Senin, 17 Oktober 2011

Perencanaan Sebagai Suatu Proses

Banyak yang mengatakan bahwa perencanaan diperlukan sebagai arahan untuk melakukan tindakan. Pengertian arahan cenderung menggambarkan perencanaan sebagai sebuah kata benda, yang bersifat statis, tetap, tidak bergerak, atau tidak dinamis. Anggapan bahwa perencanaan sebagai sebuah benda, sering diartikan bahwa perencanaan sebagai adalah hasil dari suatu proses. Sedangkan hasil perencanaan itu sendiri disebut sebagai rencana atau plan. Oleh karena itu, perencanaan dalam pengertian sebagai arahan untuk melakukan tindakan, sebagai hasil dari suatu proses, disebut sebagai rencana atau plan (untuk membedakannya dengan pengertian perencanaan lainnya, penulis menggunakan istilah plan untuk menjelaskan pengertian perencanaan seperti ini).

Pengertian perencanaan sebagai sebuah plan pernah berkembang dengan pesat selama lebih kurang satu abad di Benua Eropa dan Amerika Serikat, dimulai sejak pertengahan abad kesembilanbelas hingga sekitar tahun 1950-an. Pada saat itu, plan yang diwarnai oleh pemikiran perencanaan moderen yang cenderung bersifat komprehensif, mewarnai pola-pola perencanaan (Neuman, 1999). Plan dianggap sebagai hasil akhir dari proses perencanaan yang dilakukan melalui pemikiran menyeluruh dan mendalam. Oleh karena itu, plan diyakini harus dilakukan dan diwujudkan dalam kenyataan yang sebenarnya. Tetapi, pada kenyataannya, banyak plan yang tidak dapat diwujudkan seperti yang diharapkan. Banyak plan yang dipandang terlalu kaku, tidak dapat mengakomodasikan perubahan perkembangan kegiatan masyarakat. Hal ini terjadi karena bentuk plan tersebut berupa rencana zonifikasi kawasan yang disusun dengan tidak memberikan kesempatan terjadinya perubahan arah fungsi lahan yang diakibatkan oleh perubahan kegiatan masyarakat. Dengan bermunculannya pihak pengembang swasta bermodal kuat, yang mampu menguasai, membangun dan mengembangkan kawasan-kawasan luas dengan menggunakan persepsi dan keinginan berdasarkan naluri bisnis mereka, plan yang dibuat seringkali tidak mampu mengakomodasikannya. Dalam konteks ini, konotasi pengertian perencanaan sebagai sebuah benda, dan hasil dari proses perencanaan, berkonotasi bahwa perencanaan hanya dipandang sebagai alat (tool) atau instrumen akhir yang dibutuhkan untuk mengarahkan ruang-ruang kegiatan masyarakat. Sementara itu, kegiatan-kegiatan yang terjadi di alam nyata mengalami perubahan yang amat dinamis yang seringkali amat berbeda dengan arahan plan tersebut.

Setelah Perang Dunia Kedua, perencanaan sebagai plan mulai ditinggalkan karena telah menuai berbagai pertanyaan dan kritik karena ketidakjelasan masa depan pengimplementasiannya (Meyerson and Banfield 1955; Altshuler 1965). Pertanyaan dan kritik tersebut dijawab melalui pemunculan konsep-konsep baru tentang perencanaan yang dikemukakan oleh para pemikir perencanaan. Salah satu diantaranya adalah bahwa perencanaan tidak selamanya komprehensif yang idealis, tetapi harus bersifat ‘middle-range’, yaitu cenderung mengarah pada hal-hal yang bersifat berada diantara (ditengah-tengah) idealis dan praktis (Meyerson 1956). Tetapi, konsep yang lain mengatakan bahwa untuk menyesuaikan dan mengakomodasikan dinamika perubahan yang terjadi, perencanaan harus bersifat umum (master plan), sehingga berisi hanya arahan-arahan global, yang diwujudkan dalam bentuk rencana guna lahan, bukan berupa zonifikasi yang terlalu mengikat (Chapin, 1957).

Sementara itu, Lindblom (1959) lebih menekankan bahwa perencanaan seharusnya bersifat praktis dan fungsional, tetapi mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan. Pemikir-pemikir perencanaan yang lain mengungkapkan perlunya pendekatan fungsional pada perencanaan, yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan yang bersifat sektoral, seperti perencanaan perumahan, perencanaan transportasi dan perencanaan sarana umum (Jacobs, 1978).

Diantara berbagai pemikiran tersebut, terungkap bahwa terdapat pemikiran yang menginginkan terjadinya perubahan pemahaman terhadap perencanaan. Perencanaan tidak berarti hanya sebagai hasil (what) atau plan saja, tetapi termasuk bagaimana (how) mewujudkan arahan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, perencanaan harus dipandang sebagai proses yang berkesinambungan yang dimulai dari penyusunan arahan hingga terwujudkan apa yang diinginkan atau diharapkan. Akibatnya, sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, paradigma perencanaan cenderung mengalami pergeseran, dari persepsi sebagai hasil (plan), menjadi sebuah proses (Neuman, 1999). Tepatnya, sejak era tahun 1960-an, plan mulai dtinggalkan dan perhatian lebih ditekankan pada perencanaan sebagai sebuah proses (Davidoff, 1965; Dyckman, 1969; Faludi, 1973; Godschalk, 1974; Forester, 1980; Alexander, 1984; Faludi, 1987; Friedmann, 1987; Forester, 1989; Krumholz dan Forester, 1990).

Perencanaan sebagai proses berarti bahwa perencanaan tidak hanya terfokus pada akhir proses itu sendiri, tetapi pada keseluruhan proses kegiatan pengkajian yang dimulai dari apa yang diharapkan atau diinginkan sampai terwujudnya harapan dan keinginan tersebut. Perencanaan tidak sekedar suatu proses menterjemahkan berbagai pemikiran, keinginan, harapan dan cita-cita manusia kedalam bentuk arahan bagaimana mewujudkannya, tetapi bahkan termasuk proses tindakan melaksanakan arahan tersebut dalam kenyataan yang sesungguhnya, seperti yang tertuang didalam pengertian-pengertian perencanaan berikut ini:
Planning is process of human forethought and action based upon that thought (Chadwick, 1971).
Planning is the process of preparing a set of decisions for action in the future, directed at achieving goals by preferable means (Dror, 1973).
Planning is a thoroughly rhetorical activity (Throgmorton, 1993).
Planning is simply another of our many processes for converting history into current activity... (Forrester 1975: 167).
Planning is now viewed as a process (still largely undefined) and the master plan is a flexible guide to public policy (Bolan 1967: 234).
Proses itu sendiri berarti suatu kegiatan yang berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu, baik yang tertata secara sistematis maupun yang berlangsung secara alamiah. Dengan demikian, persepsi perencanaan sebagai proses menunjukkan bahwa perencanaan harus dilihat sebagai sebuah rangkaian kegiatan yang ditata secara sistematis, untuk mendapai tujuan tertentu.

3 komentar: